Campak, morbilli, rubeola, atau dalam Bahasa Inggris “measles” adalah infeksi viral akut yang disebabkan oleh virus morbilli. Penyakit ini sudah dikenal manusia sejak abad ke-7 dan di abad ke-10 dokter ternama asal Persia, Rhazes, menyebutnya sebagai penyakit yang lebih ditakuti daripada cacar (smallpox).
Pada tahun 1846, Peter Panum menggambarkan masa inkubasi penyakit ini dan setelah sembuh dari penyakitnya kekebalan akan bertahan seumur hidup. John Enders dan Thomas Chalmers Peebles berhasil mengekstrasi virusnya dari manusia dan mengkulturnya dengan jaringan ginjal kera pada tahun 1954. Vaksin campak pertama yang berjenis hidup dan dilemahkan (live, attenuated) (strain Edmonston B) mulai dipergunakan di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1963. Pada tahun 1971, vaksin kombinasi antara campak dengan mumps/gondong dan rubella (MMR) mulai dipergunakan di AS. Selanjutnya, pada tahun 2005, beredar vaksin kombinasi campak/measles, mumps/gondong, rubella, dan varicella/cacar air (MMRV).
Sebelum ada vaksin, nyaris semua anak pernah menderita penyakit ini semasa kecil dan lebih dari 90% individu akan kebal seumur hidup setelah terkena penyakit inia sebelum mereka berusia 15 tahun. Campak masih merupakan masalah kesehatan yang cukup umum dan serius, bahkan sampai menimbulkan kematian, di negara-negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan ada sekitar 142,300 kematian akibat campak di seluruh dunia pada tahun 2018. Sementara di AS, akhir-akhir ini penyakit tersebut mulai mewabah kembali; terakhir terjadi wabah di tahun 2019 pada individu yang belum pernah divaksin.
Virus Campak
Virus campak berjenis paramyxovirus RNA rantai tunggal dari genus Morbillivirus, berdiameter 120-250 nm, dan mengandung dua protein penting untuk pathogenesis campak: protein F (fusion) yang berperan pada proses masuknya virus ke dalam membran sel inang dan hemolisis dan protein H (hemagglutinin) yang berperan pada proses mengikat antara virus dengan reseptor sel inang. Sejauh ini hanya ada satu jenis virus campak di seluruh dunia. Virus campak dapat dimatikan oleh panas, sinar matahari, pH asam, ether, dan trypsin.
Patogenesis
Campak adalah penyakit sistemik. Lokasi infeksi utama adalah makrofag atau sel dendritik di paru-paru. Dua sampai tiga hari setelah bereplikasi di paru-paru, virusnya menyebar ke kelenjar getah bening (KGB) sekitar diikuti dengan munculnya gejala sistemik. Virus lalu kembali bereplikasi di KGB dan organ perifer diikuti dengan viremia kedua sekitar 5-7 hari pasca infeksi perama kali. Pada fase ini, limfosit dan sel dendritik yang telah terinfeksi akan bermigrasi ke lapisan subepitel dan virus ini akan masuk ke sel epitel. Setelah itu virus akan kembali memperbanyak diri sampai akhirnya dilepaskan di saluran napas.
Gambaran Klinis
Masa inkubasi campak mulai dari virus masuk ke dalam tubuh sampai munculnya gejala pertama kali biasanya antara 11-12 hari. Mulai dari virus masuk sampai munculnya ruam pada kulit biasanya membutuhkan waktu sekitar 14 hari dengan kisaran antara 7-21 hari.
Fase prodromal biasanya berlangsung 2-4 hari dengan kisaran 1-7 hari. Ditandari dengan demam yang makin lama makin tinggi mencapai 40°C, batuk pilek, dan konjungtivitis.
Bercak Koplik yang muncul pada membran mukosa (misal di daerah buccal) dianggap patognomonik untuk campak. Biasanya muncul pada fase prodromal sektar 1-2 hari sebelum timbul ruam, berupa titik-titik keputihan/kebiruan seperti garam dengan latar belakang merah pada mukosa buccal.
Ruam yang muncul pada campak biasanya berupa makulopapular berwarna pucat/keputiham yang bisa berlangsung antara 5-6 hari. Ruam pertama kali muncul di daerah kepala lalu menjalar ke wajah dan leher. Setelah 3 hari, ruam akan terus menjalar ke bawah mencapai kaki dan tangan. Di awal penyakit, ketika ruam ditekan kulit bisa berubah warna menjadi pucat/putih. Pada kasus yang berat, ruam bisa disertai sisik yang bisa lepas dengan sendirinya. Nanti setelah sekitar 1 minggu, ruam bisa sembuh/menghilang dengan sendirinya.
Gejala lainnya yang lebih jarang terjadi misalkan anoreksia dan limfadenopati.
Komplikasi
Sekitar 30% penderita campak bisa mengalami komplikasi, baik tunggal maupun multiple. Pada periode 1987 sampai 2000 pernah dilaporkan komplikasi campak berupa diara, otitis media, pneumonia, ensefalitis, dan bahkan kematian. Komplikasi paling sering menyerang anak-anak usia 5 tahun ke bawah dan dewasa.
Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium
Umumnya penegakan diagnosis campak cukup melihat dari tampilan klinis saja. Ruam yang muncul pada pasien campak umumnya berbentuk makulopapular, berbeda dengan lesi kulit pada penderita varisela/cacar air yang sebagian besar berupa vesikel berisikan cairan serosa atau kadang eksudat darah dan pus.
Tapi ada beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menunjang diagnosa. Ada dua pemeriksaan yang dapat dikerjakan untuk mengkonfirmasi virus campak, antara lain:
- Pemeriksaan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) pada sampel yang diambil dari nasofaring, swab tenggorokan, atau urin.
- Pemeriksaan serologis IgG dan IgM dalam darah menggunakan enzyme immunoassay (EIA).
Kedua pemeriksaan ini disarankan dikerjaan bersamaan. Pemeriksaan serologis juga dapat dilakukan untuk melihat antibodi yang terbentuk pasca vaksinasi.
Epidemiologi
Campak dapat ditemukan di seluruh dunia dan hanya dapat menyerang manusia. Campak dapat ditularkan secara langsung dari orang ke orang secara airborne melalui droplet yang masuk ke saluran napas atau mukosa mulut orang lain selama 2 jam dalam satu ruangan. Insiden campak umumnya dapat terjadi sepanjang tahun untuk daerah tropis, sementara di negara empat musim campak paling sering muncul di awal musim semi. Campak sangat mudah menular dengan masa penularan virus sejak 4 hari sebelum s.d. 4 hari setelah muncul ruam.
Vaksin Campak
Pada tahun 1963, dua jenis vaksin campak mendapatkan ijin edar di Amerika Serikat: satu vaksin mati (inactivated) dan satu lagi vaksin hidup dilemahkan (live, attenuated Edmonston B strain). Dalam perkembangannya, pada tahun 1971, vaksin campak lalu dipasarkan dalam bentuk kombinasi dengan mumps (gondong) dan rubella (campak Jerman) berupa vaksin MMR. Pada tahun 2005 dirilis vaksin MMR kombinasi dengan varisela (cacar air) yang Bernama MMRV.
Di Indonesia sendiri, vaksin campak tersedia dalam 4 sediaan:
- Vaksin campak tunggal/monovalen yang diindikasikan pada anak kecil dan sudah bisa diberikan sejak usia 9 bulan.
- Vaksin MR (campak + rubella). Sama seperti vaksin campak tunggal, vaksin MR juga diindikasikan pada anak kecil sejak usia 9 bulan.
- Vaksin MMR (campak + mumps/gondong + rubella). Diindikasikan pada anak dan dewasa. Sudah bisa diberikan sejak usia 12 bulan.
- Vaksin MMRV (MMR + varicella). Baru saja diluncurkan di Indonesia pada tahun 2023. Sejauh ini vaksin MMRV baru mendapatkan indikasi BPOM untuk usia 12 bulan-12 tahun dan dikhususkan untuk dosis booster (dosis ke-2).
Baik vaksin campak, MR, MMR, atau MMRV umumnya tersedia dalam bentuk serbuk dan pelarutnya. Ketika vaksin hendak digunakan, serbuk virus dan pelarutnya dicampurkan terlebih dahulu untuk membentuk larutan vaksin dan sebaiknya segera digunakan tidak lebih dari 6 jam.
Jadwal Vaksin
Menurut jadwal imunisasi anak tahun 2020 oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dosis pertama vaksin campak dan MR sudah bisa diberikan sejak usia 9 bulan. Lalu dosis kedua dan ketiga diberikan di usia 18 bulan dan 5-7 tahun sehingga total keseluruhan menjadi 3 dosis.
Sementara vaksin MMR diberikan sebanyak dua dosis. Dosis pertama sudah bisa diberikan sejak usia minimal 12 bulan dan dosis kedua di usia 5-7 tahun sebelum anak mulai masuk sekolah. Jikalau sebelumnya anak mendapatkan 1 dosis vaksin campak/MR di usia 9 bulan, maka pemberian vaksin MMR harus diberi jarak waktu minimal 6 bulan dari dosis vaksin campak/MR sebelumnya. Setelah 2 dosis vaksin MMR, perlindungan antibodi dianggap bisa bertahan seumur hidup sehingga tidak perlu mengulang kembali vaksinasi MMR.
Vaksin MMRV sejauh ini baru mendapatkan indikasi BPOM untuk dosis kedua (misal di usia 5-7 tahun) jika sebelumnya anak sudah pernah mendapatkan 1 dosis vaksin MMR dan 1 dosis vaksin varicella. Ada studi yang menyatakan bahwa risiko kejang demam pada anak bisa meningkat 2x lipat pada anak yang mendapatkan vaksin MMRV untuk dosis pertama dibandingkan dengan vaksin MMR dan varicella terpisah sehingga pemberian vaksin MMRV untuk dosis pertama tidak dianjurkan. Vaksin MMRV sebaiknya tidak diberikan untuk individu usia di atas 12 tahun.
Vaksinasi Campak Pada Dewasa
Untuk dewasa, vaksin MMR bisa diberikan sebanyak 2x dengan interval minimal 4 minggu (28 hari) antar dosis. Proteksi bisa bertahan seumur hidup sehingga tidak perlu mengulang vaksinasi MMR lagi.
Individu yang dianggap berisiko tinggi untuk terkena campak antara lain:
- Individu yang tinggal di daerah pemukiman yang padat.
- Individu yang tinggal atau sering berada di lokasi dengan konsentrasi tinggi, misal asrama, panti jompo, barak militer, lingkungan kampus.
- Tenaga kesehatan dan petugas laboratorium.
- Individu yang tinggal dan/atau sering bepergian ke daerah endemis tinggi.
Imunogenisitas dan Efikasi Vaksin
Antibodi terhadap campak terbentuk pada sekitar 95% anak-anak yang divaksinasi campak di usia 12 bulan. Tidak ada perbedaan bermakna serokonversi baik pada vaksin campak tunggal maupun vaksin campak kombinasi (MR/MMR/MMRV). Sekitar 2-7% anak yang hanya mendapatkan satu dosis MMR tidak membentuk antibodi. Ada beberapa alasan mengapa hal ini bisa terjadi, seperti imunitas tubuh yang belum sempurna, vaksin yang rusak, maupun alasan lainnya. Sebagian besar individu yang tidak merespon dosis pertama vaksin umumnya akan menunjukkan respon setelah dosis kedua. Studi menunjukkan 99% individu yang memperoleh 2 dosis vaksin MMR (dengan dosis pertama diberikan tidak kurang dari usia 12 bulan) akan menunjukkan bukti serologis terhadap campak.
Walaupun titer antibodi yang muncul setelah vaksinasi umumnya lebih rendah daripada infeksi alami, data yang ada menunjukkan bahwa imunitas pasca-vaksinasi bisa bertahan lama sampai seumur hidup sehingga tidak dibutuhkan revaksinasi di kemudian hari.
Kontraindikasi dan Perhatian
- Reaksi alergi berat dengan salah sau komponen vaksin
- Imunosupresi berat, mis keganasan, sedang dalam kemoterapi, infeksi HIV/AIDS (vaksin campak boleh diberikan bila kadar CD4 tidak kurang dari 15% selama 6 bulan atau lebih untuk individu usia 0-5 tahun; dan kadar CD4 tidak kurang dari 15% dan itung CD4 tidak kurang dari 200 sels/mm3 selama 6 bulan atau lebih untuk individu di atas usia 5 tahun) dsb
- Individu yang sedang dalam terapi kortikosteroid dosis tinggi dalam jangka waktu panjang (lebih dari 2 mg/kgBB atau 20 mg prednison per hari selama lebih dari 14 hari). Tunggu lepas obat selama minimal 2 minggu untuk dapat divaksinasi campak.
- Riwayat keluarga hubungan langsung (mis. orang tua) dengan imunodefisiensi kongenital
- Kehamilan
Perhatian untuk vaksin campak/MMR/MMRV:
- Sedang sakit sedang-berat
- Sindrom Alpha-gal (konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter)
- Imunosupresi ringan-sedang
- Pasien yang mendapatkan kemoterapi lebih dari 3 bulan yang lalu
- Riwayat trombositopenia atau ITP (idiopathic thrombocytopenic purpura)
- Tes tuberculin untuk mendeteksi tuberculosis
- Sedang mengonsumsi aspirin (khusus untuk MMRV)
- Sedang mengonsumsi obat-obatan antiviral seperti acyclovir, famciclovir, atau valacyclovir dalam 24 jam terakhir (khusus MMRV). Obat sebaiknya ditunda selama 14 hari pasca vaksinasi.
- Riwayat pribadi atau keluarga sakit kejang, apapun etiologinya (khusus untuk MMRV)
Vaksinasi MMR/MMRV dan Donor Darah
Oleh karena dalam produk darah seperti whole blood atau packed red blood ada kemungkinan mengandung antibodi, ada teori yang beredar bahwa produk darah dapat menimbulkan reaksi dengan vaksinasi MMR atau MMRV dimana antibodi yang terkandung di dalam produk darah bisa menghambat/mengurangi efektivitas vaksin. Hal ini belum bisa dibuktikan secara langsung karena masih minim penelitian, tapi banyak pakar menganjurkan untuk menunda vaksinasi MMR/MMRV selama 3-11 bulan pasca transfusi darah. Begitu pula sebaliknya, pasien ditunda untuk mendapatkan transfusi darah pasca vaksinasi MMR/MMRV selama minimal 2 minggu kecuali pada kasus tertentu, misal kasus gawat darurat atau mengancam nyawa. Jika pasien mendapatkan vaksinasi MMR/MMRV tidak lebih dari 2 minggu pasca transfusi darah, disarankan untuk mengulang kembali dosis vaksinnya selama 3-11 bulan pasca transfusi darah atau jika hasil serologi pasca vaksinasi menunjukkan hasil negatif.
Vaksinasi Campak/MMR/MMRV dan Kehamilan
Karena vaksin campak/MMR/MMRV termasuk vaksin hidup, ada risiko virus dalam vaksin bisa menjadi aktif kembali di dalam tubuh wanita hamil. Jika virus sampai memasuki plasenta, virus bisa menginfeksi janin. Oleh karena itu, ibu hamil dikontraindikasikan untuk diberikan vaksin campak/MMR/MMRV. Begitu pula sebaliknya, pasien wanita sebaiknya menghindari hamil selama minimal 4 minggu pasca vaksinasi. Kontak erat dengan wanita hamil bukan merupakan kontraindikasi untuk divaksin.
Jika seorang wanita hamil divaksinasi campak/MMR/MMRV, tidak perlu untuk terminasi kehamilan karena risiko terhadap janin dianggap rendah, tapi tetap observasi kondisi ibu dan janinnya selama kehamilan pasca vaksinasi sampai melahirkan.
Profil Keamanan Vaksin
Studi menunjukkan bahwa vaksin campak, MMR, dan MMRV relatif aman. Sebagian besar efek samping (ES) pasca vaksinasi MMR (seperti demam dan ruam) biasanya berkaitan dengan komponen campak. Setelah vaksinasi MMR, 5-15% subyek mengalami demam mencapai 39.4-40°C, biasanya terjadi 7-12 hari pasca vaksinasi dan umumnya berlangsung selama 1-2 hari. Sebagian besar individu yang mengalami ES demam biasanya tidak memiliki gejala ES lainnya.
Vaksin MMR juga dikaitkan dengan risiko kecil kejang demam dengan rerata 1 kasus per 3,000-4,000 dosis MMR. Kejang demam biasanya berlangsung 6-14 hari pasca vaksinasi dan dianggap tidak menimbulkan gejala sisa yang bersifat permanen. Namun anak yang lahir dari keluarga dengan riwayat epilepsi atau kejang demam bisa meningkatkan risiko terjadinya kejang demam pasca vaksinasi MMR. Pada studi yang dilakukan pada anak usia 12-23 bulan, setelah 5-12 hari dilaporkan demam (≤38.8°C) pada 21.5% individu yang memperoleh vaksin MMRV dibandingkan dengan 14.9% yang memperoleh vaksin MMR dan varisela terpisah. Namun risiko demam ditemukan tidak meningkat pada anak usia 4-6 tahun yang memperoleh dosis kedua vaksin MMRV.
Vaksin campak/MMR juga bisa menimbulkan ruam menyerupai ruam pada penyakit campak pada sekitar 5% individu, biasanya terjadi 7-10 hari pasca vaksinasi. Namun ruam yang muncul setelah vaksinasi campak/MMR biasanya memiliki gejala klinik lebih ringan daripada infeksi alami dan juga berlangsung lebih cepat.
Reaksi alergi terhadap vaksin MMR juga biasanya jarang (antara 1.8-14.4 kasus per 1 juta dosis) dan sebagian besar termasuk ringan, seperti gatal/urtikaria di lokasi injeksi.
Arthralgia dan keluhan sendi lainnya juga dilaporkan pada 25% wanita dewasa dan berkaitan dengan komponen rubella. ES lainnya seperti limfadenopati dan parotitis juga perna dilaporkan walaupun insiden sangat langka sekali (kurang dari 1%).
Sangat jarang, vaksin campak/MMR dapat menyebabkan trombositopenia dalam 2 bulan pasca vaksinasi. Kondisi ini biasanya ringan dan sangat jarang sampai menimbulkan perdarahan. Risiko trombositopenia meningkat pada individu yang sebelumnya memiliki riwayat ITP (idiopathic thrombocytopenic purpura), khususnya pada mereka yang pernah divaksin MMR dan mengalami purpura setelahnya.
Kasus measles inclusion body encephalitis (MIBE) juga pernah dilaporkan pada pasien dengan imunodefisiensi pasca vaksinasi campak. Kasus ensefalitis biasanya muncul dalam kurun waktu 1 tahun pasca vaksinasi (kisaran 4-9 bulan), sama halnya dengan MIBE yang terjadi secara alamiah oleh virus campak wild-type.
Banyak studi juga menunjukkan tidak ada kaitan antara vaksin campak/MMR/MMRV dengan risiko autisme pada anak-anak.