
Pernikahan Diuji: Saat Suami Mengungkapkan Status HIV-nya
Nayla (nama samaran), baru saja menikah satu bulan yang lalu dengan Kus (nama samaran), namun alih-alih bahagia, beberapa hari terakhir ia tampak selalu murung. Pasalnya, ia baru saja dikagetkan oleh pengakuan suaminya bahwa dirinya penderita HIV. Kus sudah menjadi pasien saya dua bulan terakhir di Pokdisus AIDS di satu rumah sakit ternama di Jakarta dan sudah mengetahui bahwa dirinya merupakan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Ketika saya mengetahui rencana Kus, saya sudah menganjurkannya untuk memberi tahu calon istrinya bahwa ia Adalah ODHA. Saya bahkan telah menawarkan diri untuk membantunya mengkomunikasikan secara baik-baik kepada calon pasangannya, bila ia berkomitmen untuk membawanya bertemu dengan saya di poliklinik.
Sayangnya, Kus khawatir calon pasangannya akan membatalkan pernikahannya bila Nayla mengetahui bahwa dirinya ODHA. Ia tidak pernah terbuka dengan Nayla selama ini. Ia baru mengatakannya satu bulan setelah ia menikah. Saat ini, Nayla sudah beberapa kali bersetubuh dengan Kus tanpa pengaman, dan ia sangat mengkhawatirkan bukan hanya tentang dirinya dan masa depannya, namun juga mungkinkah ia dapat memiliki keturunan yang sehat? Dan apa kata keluarganya bila mereka mengetahui akan hal ini?
HIV di Kota Besar: Tantangan yang Harus Dihadapi
Cerita tentang Kus dan Nayla bukan lagi cerita isapan jempol, namun kenyataan pahit yang telah dialami oleh banyak orang di kota-kota besar. Saya sendiri pernah memiliki tetangga yang meninggal akibat AIDS, dan tragisnya, meninggalkan istri dan anak-anak yang semua telah tertular HIV oleh dirinya. Istrinya telah mengetahui bahwa suaminya menderita AIDS sejak beberapa tahun terakhir sebelum suaminya meninggal, dan setelah tersadar, ia memeriksakan diri dan anak-anaknya, hanya untuk mendapati bahwa mereka semua HIV+. Saat ini, ODHA memang dapat mengenai siapa saja dan oleh karenanya, kita tidak boleh menganggap rendah apalagi mendiskriminasi mereka!
Permasalahannya adalah, apakah Anda rela menjadi salah satu korbannya? Bila Anda akan segera menikah, tidakkah Anda khawatir bahwa hal ini dapat menimpa pernikahan Anda pula? Walaupun kita yakin dan percaya 1000% terhadap pasangan kita, bagaimanakah kita dapat memastikan bahwa masa depan pernikahan kita pasti aman? Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang sering saya tanyakan, dan jawaban yang sering saya dapatkan adalah, “Yaaa… Kalau sudah terlanjur cinta, mau gimana lagi lah Dok….”
Membangun Kepercayaan dan Mencegah Risiko Melalui Pemeriksaan Kesehatan Pra Nikah
Cinta, bagaikan tanaman, memang harus kita pupuk. Namun bagaimana Cinta bisa tumbuh sehat jika sejak awal dibangun sudah berpenyakit?
Inilah pentingnya Pemeriksaan Kesehatan Pra Nikah / Premarital Health Screening: Membantu pasangan untuk berhenti sejenak dan mengenal lebih dalam satu sama lain, mencari tahu apa risiko yang Ia dan saya miliki. Bukan hanya itu, dengan saling mengetahui kondisi dan risiko, berarti kedua pasangan telah membuka diri dan dapat membangun fondasi kepercayaan keluarga sejak dini. Dan bahkan, bersama-sama mereka dapat merencanakan masa depan yang lebih baik dan lebih sehat, bersama-sama mencegah berbagai hal yang tidak diinginkan, dan melindungi keluarga mereka dari Pihak Ketiga: penyakit-penyakit menyakitkan ataupun mematikan yang seyogyanya bisa dicegah.
Kami adalah keluarga besar dokter. Orang tua saya dokter, istri dan adik saya juga dokter. Bahkan adik ipar saya pun dokter. Namun, bahkan di keluarga besar dokter seperti kami, adik saya bisa memiliki anak yang cacat: tuli sejak lahir. Mengapa? Karena mereka tidak memeriksakan genetik sebelum menikah, mereka meloloskan satu penyakit keturunan yang berat: Non-Syndromic Hearing Loss and Deafness. Satu gen berubah, nasib kami sekeluarga pun terdampak. Satu pihak ketiga yang berhasil menyusup ke keluarga kami, dan baru terkuak setelah kami sekeluarga melakukan pemeriksaan genetik.
Anda mau seperti kami? Atau pasien-pasien kami? Mari lindungi pernikahan kita dari Pihak Ketiga! Persiapkan pernikahan Anda dengan Premarital Health.